Protes Peralihan Fungsi Wyata Guna, Penyandang Disabilitas di Bandung Nekat Bertahan di Tenda

Puluhan penyandang disabilitas tuna netra, nekat bertahan menggunakan tenda darurat di depan Balai Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020). Mereka sengaja mendirikan tenda darurat di halte pinggir jalan, sebagai bentuk protes atas polemik peralihan fungsi Wyata Guna dari panti menjadi balai. Tenda beratapkan terpal orange dan beralas karpet itu ditempati sekitar 32 orang.

Mereka sudah tinggal di tenda tersebut sejak Selasa 13 Januari 2020. Ketua Forum Akademisi Luar Biasa, Rianto mengatakan, ia bersama rekannya sengaja tinggal di tenda karena merasa telah diusir oleh pihak Wyata Guna. Pengusiran dilakukan sejak pekan kemarin atau Kamis (9/1/2020).

"Kamar kami dibongkar, barang dikeluarkan. Kamar juga ada yang disegel," ujar Rianto, saat ditemui di Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020). Menurut Rianto, mereka merasa terusir karena adanya penghentian layanan yang dilakukan Wyata Guna, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Namun, dia menilai aturan itu tak menggambarkan kepastian bagi mereka sebagai alumni dari Wyata Guna.

"Nggak ada kejelasan dari pemerintah atau dari Wyata Guna kami harus bagaimana atau apa yang bisa kami lakukan nantinya," katanya. Ditemui di tempat yang sama, Humas Forum Akademisi Luar Biasa, Elda Fahmi menambahkan aksi tidur di atas trotoar itu dilakukan sejak kemarin malam pukul 19.30 WIB. Menurutnya rata rata peserta berasal dari mahasiswa tuna netra berjumlah 32 orang.

"Yang menjadi korban sebanyak 32 orang, delapan putri dan sisanya putra dari teman teman alumni serta intelek senior kami," ujar Elda. Pengubahan fungsi dari panti menjadi balai, ujar Elda, sangat merugikan. Menurutnya, saat masih menjadi panti, para penyandang disabilitas akan mendapat pelayanan, pembinaan dan pendidikan dasar seperti pendidikan formal maupun vokasi mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga kuliah di perguruan tinggi.

"Karena ada perubahan nomenklatur panti menjadi balai hanya enam bulan di sini, dimulai balai pada dasarnya tidak memberikan pendidikan dasar, hanya pelayanan pelatihan lanjutan yang dimana mereka tidak memberikan layanan pendidikan. Teman teman yang mengambil pendidikan formal harus keluar balai untuk vokasional lanjutan. Logika dasarnya gini, balai menerima lanjutan dari panti sekarang panti sosial tunanetra di Indonesia sudah nggak ada, karena diubah menjadi balai oleh Kemensos," kata Elda. Elda mengatakan, dia dan rekan rekannya akan terus bertahan di lokasi tenda darurat ini sampai ada solusi dan kejelasan nasib mereka. "Sampai ada solusi cepat, tepat dan pas terhadap nasib teman teman kami," ucapnya.

Sebelumnya, Kemensos mengeluarkan Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui Permen tersebut nomenklatur Wyata Guna yang asalnya berbentuk panti diubah menjadi balai. Perubahan itu berdampak terhadap pelayanan penghuni asrama yang selama ini menghuni Wyata Guna.

Puluhan penyandang disabilitas netra bahkan telah diminta meninggalkan Wyata Guna sejak 21 Juli 2019 lalu. Polemik itu ternyata tidak hanya memberi dampak negatif terhadap penghuni balai. Tapi juga terhadap SLBN A Kota Bandung yang berada dalam satu kawasan kompleks dengan Balai Wyata Guna yang terancam tergusur. Apalagi surat permohonan hibah tanah dan bangunan untuk SLBN A Kota Bandung yang diajukan Gubernur Jabar ditolak oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang.

Dalam surat balasannya, Agus justru meminta agar Pemprov Jabar segera mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *